Perang Ambarawa diabadikan di Museum Satria Mandala |
Museum Satria Mandala mencatat berbagai macam peristiwa penting dan
bersejarah yang pernah terjadi di Indonesia, yang melibatkan para
pejuang bangsa yang mempertaruhkan jiwa dan raga demi menjaga kedaulatan
tanah air.
Sebuah gambaran peperangan Ambarawa bisa kita saksikan di Ruang
Diorama II, yang terletak di lantai satu bangunan museum. Dalam diorama
ini, digambarkan betapa sengitnya pertempuran yang terjadi antara
pejuang bangsa dengan tentara Sekutu yang telah melanggar komitmennya
atas kedatangan mereka ke Indonesia.
Awal mula terjadinya perang besar ini, saat Tentara Sekutu mendarat
di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945, di bawah pimpinan Brigadir
Bethell . Seharusnya, mereka mengemban misi untuk mengurus tawanan
perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah.
Namun, kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA yang berisikan para
tentara Belanda. Mengetahui kabar ini, banyak pihak yang sebenarnya
menentang dan menduga bahwa NICA merupakan representasi Belanda yang
akan kembali menjajah Indonesia.
Melihat misi yang diembannya dianggap baik, kedatangan Sekutu ini
mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro
menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi
kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu
kedaulatan Republik Indonesia.
Sekutu Mulai Berulah
Kecurigaan berbagai pihak tentang misi yang diemban Sekutu, yang juga
menggandeng NICA, lambat laun menjadi terbukti. Ketika pasukan Sekutu
dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para
tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai. Hal
ini, tentu saja , menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Sejak saat
ini, peperangan mulai terjadi di kota Magelang.
Tindakan tentara Sekutu makin tak terkontrol, makin congak. Di beberapa
tempat di Magelang, tentara Sekutu mencoba melucuti Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) dan membuat kekacauan. Ini jelas bertentangan dengan maksud
kedatangan Sekutu pada mulanya. Menghadapi situasi ini, rakyat dan TKR
tidak tinggal diam. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini
membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala
penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan
Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana.
Sebagai hasil perundingan antara Presiden Sukarno dengan dan Brigadir
Jenderal Bethel, pasukan Sekutu secara diam-diam ditarik meninggalkan
Kota Magelang menuju ke Benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut,
Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera
mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu
tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di
bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan
dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Kekesalan para pejuang nampaknya sudah memuncak. Saat tentara Sekutu
sampai di di Ngipik, mereka kembali dihadang oleh Batalyon I
Soerjosoempeno. kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno Pasukan
Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua
desa tersebut, namun ia ia gugur dalam sebuah pertempuran. Sejak
gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Kolonel Sudirman
merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke
lapangan untuk memimpin pertempuran.
Kolonel Sudirman Gedor Motivasi Pejuang
Kehadiran Kolonel Sudirman memberikan napas baru serta meningkatkan
semangat bagi para pasukan. Koordinasi diadakan di antara
komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat.
Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua
sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga,
Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Tanggal 23 November 1945, ketika fajar menjelang, mulailah
tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja
dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari
Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu
mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke
tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan
Indonesia pindah ke Bedono.
Pada tanggal 11 Desember 1945, Kolonel Sudirman mengadakan rapat
dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember
1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pembukaan serangan
dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian disusul oleh
penembak-penembak karaben. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu
setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh
kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit.
Kolonel Sudirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik
gelar capit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga
musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan
induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada
tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil
merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang.
Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya
Monumen Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat
atau Hari Juang Kartika.
Sumber : Semanggi, Wartakotalive.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !