Aku seperti
memasuki dunia baru ketika memakai alat bantu dengar. Berisiiikkk. Ya Samii’,
sebegini ramainya kah dunia? Pantas saja, aku sering kali heran saat pagi-pagi
mendapati orang mengomel, semalam tak bisa tidur. Badai-lah, suara angin-lah,
suara petir-lah, suara mesin pabrik sebelah-lah, bahkan aku pernah dibuat kalap
karena mbak Umi yang ngeluh nggak bisa tidur gara-gara suara nyamuk!
Sampai
sekarang, aku belum tahu bagaimana suara nyamuk itu. Bising seperti bunyi mesin
gergaji kah?
Barangkali
ini yang lupa kusyukuri. Aku bisa tidur nyenyak tanpa beban saat yang lain
ketakutan karena suara badai, petir dan lain sebagainya.
Eh, petir?
Apa nggak denger petir?
Denger sih,
Cuma paling santai selimutan lagi. Yang paling kerasa malah getarannya.
Terbukti saat di depan rumah kecelakaan, sampai tetangga Rt pada berlarian, aku
tetep saja meringkuk dibalik selimutku. Tahu-tahu ngerasain gedebag-gedebug,
bukan bunyinya, getarannya, aku baru bisa bangun. Lekas pakai jilbab, keluar
lantas bertanya kepada mereka yang mukanya panik berlarian: ada apa? Dan
disambut dengan bulatan mulut: ha?
Yaks. Aku
juga baru tahu, sebegini bisingnya bunyi motor. Huhu, saat aku iseng tidak
melepas alat saat di kendaraan, aku hanya bisa menahan degup jantung yang
nggak karu-karuan, bunyi klakson membuat jantungku serasa mau copot!
Saat aku
masih di Kotabumi, kepalaku berdenyut tak karu-karuan gara-gara angkot yang
nyalain sound system tanpa permisi denganku.tuing-tuing, jedug-jedug,
nging-nging. Sahut-sahutan. Huaaaa, saking paniknya aku sampai ngelepas
alatnya begitu saja tanpa melihat tatapan penumpang lain yang barangkali heran
dengan tingkahku.
Well.
Akhirnya aku tahu jika dunia begitu bising.
Jadi selama
ini duniamu begitu sunyi, ya?
Bisa
dibilang begitu, tetapi duniaku ramai dari berbagai sisi. Dari tulisan-tulisan
yang akrab dengan mataku. Dari berbagai kalam Kauniah Robbuna yang memanjakan
mataku. Tentu saja, dari dengungan di telinga yang nggak bisa kukontrol. Kadang
suaranya mirip suara senggeret, kadang mirip orang-orang lagi ngaji, lebih
sering aku tak mampu mendefinisikan suara-suara itu.
Sekarang,
seiring dengan terapi yang harus kujalani, aku bisa memilih kapan aku mau
menikmati keheningan, kapan aku menggunakan alat bantu dan membiasakan diri
untuk menikmati bisingnya dunia. Tentu saja harus tetap survive ketika
dengungan tak diundang itu bertandang.
Its very
simple, dut!
Mustika
Ungu, 24 November 2012
subhanallah...aku iri dengan alunan pena dalam pelukan jemari tanganmu,melahirkan tinta emas....:)
BalasHapuskalo aku iri dengan semangat kalian, akunya lagi mlempem :(
Hapus