SEBUAH lokasi peristirahatan haruslah menawarkan kenyamanan, kedamaian, keindahan dan kealamian alam. Keempat instrumen penting itulah yang ditawarkan dan sekaligus menjadi unggulan Tlogo Ecotourism di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Lokasi Tlogo Ecotourism atau yang lebih dikenal dengan nama
Agrowisata Tlogo Tuntang ini berada di tengah-tengah perkebunan karet,
dan kopi. Bangunan utamanya merupakan bangunan tua peninggalan Belanda.
Dulunya, Belanda menggunakan bangunan ini untuk kantor perkebunan.
Kini bangunan yang di bawahnya terdapat makam Belanda ini telah
disulap menjadi pendopo yang ekslusif. Dengan tata ruang dan desain
interior khas Eropa klasik, pendopo ini bisa digunakan untuk acara-acara
pertemuan maupun makan malam yang istimewa.
Istimewa karena jika kita berada di dalamnya kita akan merasakan
‘rasa Eropa’. Pendopo ini ibarat panggung karena terletak di bagian
atas, lebih tinggi dari bangunan lain. Berada di dalamnya akan membuat
kita serasa terbang ribuan mil ke Eropa Barat. Lantai keramik kuno warna
kuning bergaris diagonal dan kursi-kursi kayu menegaskan suasana klasik
tersebut.
Hal ini masih ditambah lampu gantung kuno yang menggantung tepat di
tengah-tengah ruangan. Di sisi kanan kiri terdapat sejumlah jendela yang
berfungsi sebagai jalan masuk cahaya. Lewat jendela sebelah kanan kita
akan bisa melihat bangunan lawas yang digunakan sebagai kantor
perkebunan sekarang. Di sebelahnya terdapat rumah tinggal kepala
perkebunan.
Dari sini kita juga bisa menyaksikan lapangan beton tempat
pengeringan biji kopi dan juga pabrik pengolahan karet mentah. Jika kita
baru sekali ke sini pasti kita akan mengira lapangan tersebut adalah
sebuah lapangan tenis atau basket. Selain berlantaikan cor semen seluruh
bagian lapangan juga dikelilingi pagar kawat. Namun sehari-harinya
lapangan ini digunakan untuk menjemur hasil panen.
Di sisi kiri kita akan menemukan bangunan tempat manajemen Tlogo
Ecotourism beraktifitas. Sementara tepat di belakang pendopo kini tengah
dibangun sebuah hotel baru 16 kamar dengan rancangan modern. Saat kami
mengunjungi Tlogo Ecotourism, hotel ini sudah dalam tahap finishing.
Suasana berbeda inilah yang diunggulkan manajemen Tlogo Ecotourism
Tuntang untuk dinikmati para pelancong. Pendopo yang dinamai Club House
& Meeting Room ini mampu menampung 50 sampai 250 orang. Lumayan luas
untuk menggelar acara keluarga maupun kantor.
Dengan luas mencapai 415 hektar dan berada pada ketinggian 400-675 di
atas permukaan laut, Tlogo Ecotourism Tuntang menawarkan kesempurnaan
lokasi peristirahatan.
Selepas kita menikmati keindahan Pendopo ‘Makam Belanda’ kita bisa
menikmati kebun wisata. Di tengah-tengah kebun hijau nan luas inilah
dibangun puluhan bungalow bertemakan alam. Lokasinya berada di bagian
kanan bangunan utama.
Bungalow-bungalow ini tersembunyi di antara rimbun pepohonan. Berdiri
sendiri-sendiri tidak menyatu seperti layaknya hotel pada umumnya.
Jarak antarbungalow lumayan jauh, mencapai puluhan meter. Mereka
dihubungkan dengan jalan setapak yang dibuat dari tatanan bata merah
berundak-undak. Pemilihan bahan ini memberikan kesan alami dan khas.
Di ruas jalan yang lurus dan relatif datar manajemen Tlogo Ecotourism
membangun jalan setapak dari bahan paving blok. Ada juga jalan yang
terbuat dari tatanan batu-batu kali. Jalan ini membelah lurus pepohonan
sehingga seperti ular yang tergolek memanjang. Jika Anda melewati ruas
jalan ini Anda akan merasa seperti menembus lorong hijau.
Setapak yang memasuki cottages juga disusun dari bahan batu-batu
alam. Selain tidak licin, batu-batu berwarna gelap ini memberi suasana
berbeda, teduh dan dingin. Pengunjung serasa menuju sebuah bangunan era
zaman kerajaan tempo dulu. Sebuah bangunan batu bata merah dikurung
sejuta hijau. Ya, beraneka bunga dan tanaman memang menjadi penghias
taman di depan bungalow (cottages).
Taman tersebut meskipun kecil namun terlihat asri dan segar. Ada
tanaman lumbu mas warna hijau (aglonema) dan juga pisang-pisangan yang
berbunga merah dengan ujung kuning terang. Di depan cottages diletakkan
sepasang kursi bambu coklat. Satu kursi duduk biasa dan satu lagi kursi
bambu panjang untuk rebahan. Di antara kursi ini diletakkan meja bambu.
Ini bisa menjadi tempat pengunjung untuk duduk sejenak beristirahat
setelah lelah berjalan-jalan menikmati panorama alam.
Puas leyeh-leyeh di teras, kita bisa masuk ke dalam cottages
yang memiliki pintu terbuat dari kayu jati. Model pintu ini sangat
sederhana. Kayu jati tidak diukir seperti tren saat ini, melainkan
berupa lembaran-lembaran besar.
Sampai di dalam pengunjung akan mendapati sebuah ranjang yang
didesain eksotik. Kaya unsur-unsur etnik. Sebuah ranjang dengan seprei
warna putih bersih terbuat dari bahan yang sangat halus dan dibalut
dengan kain batik coklat berbunga-bunga akan memanjakan kita. Di
sekeliling ranjang terdapat kain klambu yang tidak hanya akan memberikan
rasa hangat dan nyaman namun juga menghindarkan dari serangan serangga
di malam hari.
Jika siang, kita bisa menyibak klambu ini agar terasa lebih lega dan
indah. Kain klambu putih yang menjuntai ke bawah ini juga berfungsi
sebagai ornamen yang memberi suasana nan romantis.
Di depan ranjang sebuah meja kayu disediakan untuk tempat kita
meletakkan barang-barang. Ada poci, telepon lokal, buah-buahan segar,
dan juga televisi jika Anda ingin menonton hiburan. Sebuah kursi kayu
dengan sandaran melandai menjadi pelengkap. Ada juga kursi berbentuk
unik. Kursi kayu ini tidak memiliki sandaran di belakang. Sandaran
justru diletakkan di samping kanan dan kiri membentuk ellips.
Di sebelah meja terdapat sebuah jendela kaca besar tempat kita
menatap dunia luar. Selain berfungsi untuk pencahayaan ruangan jendela
kaca ini juga memberi kita kesempatan untuk melihat hijau pohon dan luas
kebun membentang. Kita bisa menyaksikan kebun kopi, karet, dan juga
rimbun pepohon, cukup dengan membuka korden. Asyikkan.
Dinding batu bata yang sengaja dicat putih memberikan kesan bersih dan padang
(terang). Sebagai pemanisnya ditempatkan sejumlah lukisan etnik. Jika
kita merebahkan diri di ranjang dan menatap ke langit-langit maka kita
akan menemukan sesuatu yang tak biasa. Atap tidak terbuat dari eternit
melainkan anyaman bambu yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk
ornamen indah. Anyaman bambu ini di letakkan di tengah antara genting
dan kayu usuk.
Namun yang teristimewa adalah bentuk kamar mandi. Tlogo Ecotourism
memergunakan model kamar mandi terbuka. Atap kamar mandi hanya menutup
setengah luas kamar mandi. Setengahnya lagi sengaja dibiarkan terbuka
sehingga sambil mandi kita bisa menyaksikan langit biru dan juga
burung-burung yang biasa menari-nari di ujung ranting. Tembok kamar
mandi terbuat dari batu andesit pipih mirip keramik tembok.
Lalu apalagi yang bisa kita nikmati di Tlogo Ecotourism? Masih banyak
hal berbeda bisa kita nikmati di sini, kita hanya tinggal menyebut dan
kemudian bisa menikmatinya. Sebut saja mini hall dilengkapi sound system, OHP dan whiteboard, kemudian mendaki gunung, lokasi training outbound, taman buah, kolam renang, restoran dan kolam pemancingan.
Menurut Dwi Windiari Widyastuti, General Manager Tlogo Ecotourism
selama ini sebagian wisatawan berasal dari mancanegara. Sementara
wisatawan lokal kebanyakan adalah masyarakat yang tinggal di kota. ”Kami
mengajari wisatawan cara petani menyadap pohon karet. Bagi mereka hal
ini merupakan pengalaman baru,” katanya.
Wisatawan bisa melihat-lihat mesin kuno untuk mengolah karet, dan
juga mesin pengolah kopi bekerja. Keduanya merupakan mesin tua buatan
Inggris tahun 1932. Selain itu ada juga atraksi unik pemanjatan pohon
kapuk. Wisatawan juga akan dikenalkan dengan lingkungan pedesaan, cara
menanam padi di sawah, atau menunggang kerbau.
Para pengunjung akan ditemani oleh petugas pemandu yang akan
menjelaskan mengenai bagaimana memetik kopi, menyadap karet, dan
mempraktikannya secara langsung.
Untuk yang demen musik tradisional wisatawan bisa menikmati
alunan damai musik karawitan sambil menikmati jagung bakar, ubi kayu
bakar, dan menyeruput hangatnya wedang ronde.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !