Ceng Beng yang Mulai Kehilangan Makna - Ambarawa OnLine
Headlines News :

Indahnya Kebersamaan

Media pemersatu warga Ambarawa lintas Politic, Ekonomi, Sosial, Budaya Pertahanan dan Keamanan.

Mutiara Bangsa

.

Popular Post

Pasarpon Ambarawa adalah pasar hewan terbesar dan terlengkap di Indonesia. Kunjungi www.pasarpon.com , Sudah dapat diakses Via Facebook.
Home » » Ceng Beng yang Mulai Kehilangan Makna

Ceng Beng yang Mulai Kehilangan Makna

Written By Faris Blog on Senin, 09 Juli 2012 | 20.47

Slamet (37) masih duduk di atas sepeda motornya usai berkeliling di Pekuburan Tionghoa Bancaan, Sidorejo, Salatiga, Jumat (4/4). Dia didatangi suami-istri paruh baya yang menanyakan letak kuburan salah seorang kerabatnya.

 
Selama beberapa hari terakhir warga Bancaan sibuk berkeliling di pekuburan untuk membersihkan kuburan atau merenovasi bongpai.
Peringatan itu rutin terjadi saat peringatan Ceng Beng atau tilik kubur yang jatuh pada tanggal 4 atau 5 April.
Pada peringatan ini, meski sudah tinggal jauh dari tempat asalnya, warga Tionghoa menyempatkan diri untuk membersihkan makam
leluhur maupun kerabatnya. Ceng Beng menjadi salah satu hari khusus yang cukup penting bagi komunitas Tionghoa, selain tahun baru Imlek dan Cap Go Meh.
Keluarga Slamet turun-temurun menjadi penjaga kuburan, sejak kakeknya tahun 1945. Dia ingat letak kuburan yang ditanyakan
pengunjung. Saat Ceng Beng tiba, Slamet dan ayahnya, Juwari (68), membantu mereka.
Setahun sekali pula, Slamet dan saat ini ada puluhan orang penjaga makam ini mendapat rezeki dari peziarah yang berterima kasih
makam keluarganya sudah dirawat. Ada pula yang menitipkan kuburan keluarganya agar direnovasi atau dirawat. Hasilnya lumayan.
Dari hasil membuat bongpai di pekuburan ini selama puluhan tahun, Suhari (74) memiliki empat rumah di Salatiga. Kini, dia masih
menjaga pekuburan ini dan membantu membersihkan pekuburan dengan dibantu 12 anaknya.
Sayangnya, beberapa tahun terakhir, warga Tionghoa yang datang ke pekuburan saat Ceng Beng terus menurun. Pendapatan mereka juga menurun drastis.
Pengakuan serupa diungkapkan penjaga Pemakaman Tionghoa di Rengas, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Suradi (50). Selama 25
tahun menjaga makam ini, dia menyaksikan jumlah peziarah berkurang. "Mereka hanya mengirim uang, tidak menengok saat Ceng
Beng," ungkapnya.
Generasi muda salah satu yang jarang mengikuti tradisi ini. Selain itu, banyak warga Tionghoa yang tidak paham ritual ini adalah
tradisi. Seperti diakui Tjiong Ek Kian (45), warga Sunter, Jakarta Utara, yang datang ke Makam Bancaan untuk melihat kuburan ibunya.
"Kami tujuh bersaudara, tetapi enam lainnya tidak mau datang sembahyang di makam mama karena merasa bertentangan dengan agama mereka kini," ujarnya.
Hal ini disesalkan Go Soe Hien, Sekretaris Tempat Ibadah Tri Dharma Hok Tek Bio Salatiga. Menurutnya, Ceng Beng bukan hanya milik penganut Buddha, Tao, atau Kong Hu Chu. Tradisi ini merupakan bagian dari kebudayaan Tionghoa , bukan kepercayaan tertentu.
Akar tradisi Ceng Beng berasal dari ajaran Kong Hu Chu yaitu hau atau berbakti kepada orangtua, mulai ketika mereka hidup hingga
meninggal dunia. Mendatangi makam orangtua atau leluhur, seseorang diharapkan mengingat leluhurnya. Dalam tradisi Tionghoa, mereka yang tidak menghormati orangtua disebut put hau alias tidak berbakti.
Pentingnya makna Ceng Beng tercantum dalam salah satu kisah Kumpulan Kisah Klasik Dinasti Ming yang dikompilasi Feng Menglong (1574-1646), yang mengutip pepatah lama yang menyejajarkan Cap Go Meh dengan Ceng Beng (Hokkian), atau dalam ejaan pinyi disebut Qingming.
Sumber :
KOMPAS
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Jalan baru (JB)

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Ambarawa OnLine - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya