Slamet (37) masih duduk di atas sepeda motornya usai berkeliling di
Pekuburan Tionghoa Bancaan, Sidorejo, Salatiga, Jumat (4/4). Dia
didatangi suami-istri paruh baya yang menanyakan letak kuburan salah
seorang kerabatnya.
Selama beberapa hari terakhir warga Bancaan sibuk berkeliling di pekuburan untuk membersihkan kuburan atau merenovasi bongpai.
Peringatan itu rutin terjadi saat peringatan Ceng Beng atau tilik kubur yang jatuh pada tanggal 4 atau 5 April.
Peringatan itu rutin terjadi saat peringatan Ceng Beng atau tilik kubur yang jatuh pada tanggal 4 atau 5 April.
Pada peringatan ini, meski sudah tinggal jauh dari tempat asalnya, warga Tionghoa menyempatkan diri untuk membersihkan makam
leluhur maupun kerabatnya. Ceng Beng menjadi salah satu hari khusus yang cukup penting bagi komunitas Tionghoa, selain tahun baru Imlek dan Cap Go Meh.
leluhur maupun kerabatnya. Ceng Beng menjadi salah satu hari khusus yang cukup penting bagi komunitas Tionghoa, selain tahun baru Imlek dan Cap Go Meh.
Keluarga Slamet turun-temurun menjadi penjaga kuburan, sejak kakeknya tahun 1945. Dia ingat letak kuburan yang ditanyakan
pengunjung. Saat Ceng Beng tiba, Slamet dan ayahnya, Juwari (68), membantu mereka.
pengunjung. Saat Ceng Beng tiba, Slamet dan ayahnya, Juwari (68), membantu mereka.
Setahun sekali pula, Slamet dan saat ini ada puluhan orang penjaga makam ini mendapat rezeki dari peziarah yang berterima kasih
makam keluarganya sudah dirawat. Ada pula yang menitipkan kuburan keluarganya agar direnovasi atau dirawat. Hasilnya lumayan.
makam keluarganya sudah dirawat. Ada pula yang menitipkan kuburan keluarganya agar direnovasi atau dirawat. Hasilnya lumayan.
Dari hasil membuat bongpai di pekuburan ini selama puluhan tahun, Suhari (74) memiliki empat rumah di Salatiga. Kini, dia masih
menjaga pekuburan ini dan membantu membersihkan pekuburan dengan dibantu 12 anaknya.
menjaga pekuburan ini dan membantu membersihkan pekuburan dengan dibantu 12 anaknya.
Sayangnya,
beberapa tahun terakhir, warga Tionghoa yang datang ke pekuburan saat
Ceng Beng terus menurun. Pendapatan mereka juga menurun drastis.
Pengakuan serupa diungkapkan penjaga Pemakaman Tionghoa di Rengas, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Suradi (50). Selama 25
tahun menjaga makam ini, dia menyaksikan jumlah peziarah berkurang. "Mereka hanya mengirim uang, tidak menengok saat Ceng
Beng," ungkapnya.
tahun menjaga makam ini, dia menyaksikan jumlah peziarah berkurang. "Mereka hanya mengirim uang, tidak menengok saat Ceng
Beng," ungkapnya.
Generasi
muda salah satu yang jarang mengikuti tradisi ini. Selain itu, banyak
warga Tionghoa yang tidak paham ritual ini adalah
tradisi. Seperti diakui Tjiong Ek Kian (45), warga Sunter, Jakarta Utara, yang datang ke Makam Bancaan untuk melihat kuburan ibunya.
tradisi. Seperti diakui Tjiong Ek Kian (45), warga Sunter, Jakarta Utara, yang datang ke Makam Bancaan untuk melihat kuburan ibunya.
"Kami tujuh
bersaudara, tetapi enam lainnya tidak mau datang sembahyang di makam
mama karena merasa bertentangan dengan agama mereka kini," ujarnya.
Hal
ini disesalkan Go Soe Hien, Sekretaris Tempat Ibadah Tri Dharma Hok Tek
Bio Salatiga. Menurutnya, Ceng Beng bukan hanya milik penganut Buddha,
Tao, atau Kong Hu Chu. Tradisi ini merupakan bagian dari kebudayaan
Tionghoa , bukan kepercayaan tertentu.
Akar tradisi Ceng Beng
berasal dari ajaran Kong Hu Chu yaitu hau atau berbakti kepada orangtua,
mulai ketika mereka hidup hingga
meninggal dunia. Mendatangi makam orangtua atau leluhur, seseorang diharapkan mengingat leluhurnya. Dalam tradisi Tionghoa, mereka yang tidak menghormati orangtua disebut put hau alias tidak berbakti.
meninggal dunia. Mendatangi makam orangtua atau leluhur, seseorang diharapkan mengingat leluhurnya. Dalam tradisi Tionghoa, mereka yang tidak menghormati orangtua disebut put hau alias tidak berbakti.
Pentingnya makna Ceng Beng tercantum dalam
salah satu kisah Kumpulan Kisah Klasik Dinasti Ming yang dikompilasi
Feng Menglong (1574-1646), yang mengutip pepatah lama yang menyejajarkan
Cap Go Meh dengan Ceng Beng (Hokkian), atau dalam ejaan pinyi disebut
Qingming.
Sumber :
KOMPAS
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !