JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono memiliki informasi tentang keberadaan naskah asli 
Surat Perintah 11 Maret yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 
Maret 1966. Untuk informasi itu, Presiden minta Arsip Nasional 
menindaklanjuti benar atau tidaknya informasi tersebut.
”Presiden 
minta ditindaklanjuti. Ada informasi (Supersemar yang asli) benar atau 
tidak. Informasi itu dimiliki mantan staf Sekretariat Negara. Presiden 
minta Kepala Arsip Nasional berkoordinasi dengan Pak Sudi Silalahi dan 
Pak Hatta Rajasa,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di 
Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (28/8).
Sebelumnya, Presiden 
memanggil Kepala Arsip Nasional Djoko Utomo di Kantor Presiden. Menurut 
Djoko, staf Sekretariat Negara yang memiliki informasi adalah Daryoto. 
Djoko akan menindaklanjuti informasi itu seperti yang telah dilakukan 
selama ini.
”Terus-menerus kami menindaklanjuti informasi yang 
ada. Kepada Pak AH Nasution sebelum meninggal kami gali informasi karena
 sebagai Ketua MPRS ketika Supersemar keluar. Kami juga menggali 
informasi kepada Sekretaris Jenderal MPRS Abdul Kadir Besar. Namun, 
semua nihil,” ujar Djoko.
Meskipun belum mendapatkan naskah asli 
Supersemar, Djoko yakin Supersemar instruksi kepada Soeharto selaku 
Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) itu 
ada. Soeharto diinstruksikan mengambil segala tindakan yang dianggap 
perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
”Arsip
 Nasional menyimpan film berisi pidato Soekarno yang berbicara panjang 
lebar tentang Supersemar yang sampai sekarang yang aslinya belum ketemu.
 Pidato itu yang membuat kami yakin. Upaya pencarian ketika ada 
informasi terus-menerus kami lakukan,” ujar Djoko.
Tidak mudah
Upaya
 menyimpan arsip bernilai sejarah tinggi, apalagi yang sudah 
bertahun-tahun, memang tidak mudah. 
Selain naskah asli Supersemar, 
Presiden juga minta kepada Arsip Nasional untuk mengumpulkan arsip 
tentang peristiwa Palagan Ambarawa, yaitu perlawanan rakyat terhadap 
kekuatan Sekutu di Ambarawa, Jawa Tengah, akhir 1945.
Tentang 
arsip bernilai sejarah tinggi, Djoko memberi contoh, teks Proklamasi 
Kemerdekaan yang ditulis tangan Soekarno tanpa tanda tangan baru 
disimpan di Arsip Nasional tahun 1992. Teks itu diserahkan BM Diah yang 
menyimpannya kepada negara. Sementara teks Proklamasi Kemerdekaan yang 
diketik Sayuti Melik disimpan di Arsip Nasional tahun 1960.
Selain
 fokus untuk mengumpulkan, menyimpan, dan membuka arsip bernilai sejarah
 pada masa lampau kepada publik, Presiden juga minta agar peristiwa 
sejarah 5 sampai 10 tahun terakhir juga diarsipkan. Permintaan Presiden 
itu ditujukan, antara lain, untuk dokumen asli Pemilu 2004 dan 2009 
serta empat kali perubahan UUD 1945.
Arsip Nasional membuka akses 
seluas-luasnya kepada publik, kecuali arsip yang bersifat rahasia. 
”Tidak ada pembatasan dan kita tidak menganut rezim tahun. Yang bersifat
 rahasia adalah yang berpotensi mengganggu keamanan nasional,” katanya  
                          
                                                        
                            
Sumber :
Kompas Cetak
 


 
 
 
 
 

tapi,kalo gak salah naskahnya itu dah gak ada..
BalasHapussebagian besar guru sejarah bilang kalau naskah itu menghilang atau dengan sengaja dihilangkan,,tp kalau itu naskahnya benar,ya alhamdulillah.
Berarti semua pertanyaan yang sering dipertanyakan akan terjawab...