UNGARAN, KOMPAS.com--Bagaimana jika sebuah pasar dikuasai oleh para binatang? Akankah mereka memberontak dari manusia? Aahh...Sepertinya tidak.
Mereka
 tetap saja menurut, termasuk saat mereka dipisahkan dari anggota 
keluarganya. "Diadopsi" untuk kemudian dikembangbiakkan merupakan bagian
 dari nasib mujur. Yang paling celaka, mereka dibeli kemudian dieksekusi
 menjadi onggokan daging yang dijual lagi per kilo.
Hewan ternak 
yang dijual bermacam-macam mulai dari "Rajakaya" (hewan berkaki empat) 
seperti sapi, kerbau dan kambing, sampai berbagai jenis unggas-unggasan 
dan burung atau "sato iwen", semua tersedia disini. Bahkan monyet, 
biawak, kura-kura sampai ular, sesekali bisa dijumpai.
Cahyo 
Margiyono (41) seorang blantik atau pedagang hewan ternak asal Polosiri,
 Bawen setengah berkelakar mengatakan, jumlah hewan ternak yang 
diperjualbelikan dipasar Pon jauh lebih banyak daripada jumlah 
manusianya.
Di atas, pernyataan Cahyo memang ada klaim, bahwa 
pasar Pon Ambarawa merupakan pasar hewan terbesar dan terlengkap di 
Indonesia. "Silahkan dihitung kalau tak percaya," tantangnya.
Hari
 pasaran pon sangat dinanti oleh para petani, peternak, maupun pencinta 
hewan. Terlebih oleh para "blantik" dan juga oleh para makelar yang 
dikenal dengan istilah "plathok".
Para peternak yang bertransaksi 
di tempat ini biasanya membeli hewan-hewan yang masih kecil, sehingga 
masih bisa diternakkan lagi. Untuk "Ngepon" (istilah untuk menyebut 
pergi kepasar Pon) para blantik maupun plathok dari luar kota biasanya 
menginap dipasar ini agar bisa lebih awal bertransaksi.
Tapi Cahyo
 tidak, karena rumahnya cukup dekat dengan pasar hewan ini. "Banyak yang
 dari luar kota om. Ada dari Batang, Pekalongan, Magelang, Purwodadi. 
Bahkan menjelang hari Qurban, para blantik dari Jawa barat atau Jawa 
Timur pada datang kesini untuk mencari hewan qurban," Kata Cahyo.
Seorang
 petugas pasar akan menghitung jumlah hewan ternak yang dibawa para 
blantik. Tiap seekor sapi yang laku dijual, kata cahyo, kemudian akan 
dipungut "pajak" sepuluh ribu rupiah sebagai uang jasa tempat. Sedang 
untuk seekor kambing, seekornya dipungut lima ribu rupiah.
"Masih 
di atas mobil waktu masuk sudah dihitung, begitu pulang akan dihitung 
ulang. Selisihnya akan dihitung sebagai ternak yang laku. tapi kalau 
unggas hanya bayar retribusi saja," katanya.
Ada banyak pelaku dan
 model transaksi dalam pasar hewan ini. Antara lain petani jual ke 
pembeli murni, petani jual ke blantik, atau sebaliknya blantik jual ke 
petani atau pembeli murni. Akan tetapi apapun model transaksinya, semua 
tak bisa lepas dari peran makelar atau plathok.
Transaksi antara 
pembeli dengan penjual secara langsung dalam prakteknya biasanya cukup 
sulit. Plathok serasa punya indera diatas rata-rata untuk mengendus bau 
rupiah. Demikianlah mata rantai yang menghidupi denyut nadi pasar Pon, 
Ambarawa. Tertarik melihat sapi bertegur sapa dengan seekor kelinci?
Temukan
 pasar ini sekitar 40 kilometer dari pusat kota Semarang arah ke 
Yogyakarta, tepatnya di desa Ngrengas, Ambarawa, anda mungkin sering 
melewatinya. Yakni sekitar satu kilometer setelah lepas dari terminal 
Bawen arah Jogja.
Tak perlu khawatir, disini juga ada warung 
makanan, minuman, jamu dan obat, tukang pijit, dan tukang cukur pun 
tersedia di pasar ini. Tapi ingat, hanya buka pada hari pasaran Pon 
saja. Selebihnya, suasananya nyaris mirip dengan kuburan tionghoa yang 
ada diseberang jalan didepannya. 
oleh : Syahrul Munir  |                                                                      Jodhi Yudono 
 


 

 
 
 
 

0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !